Konflik Antar Kelompok
1. PENDAHULUAN
Organisasi adalah wadah dimana
orang berkumpul, saling berinteraksi dan berkomunikasi. Organisasi juga
terbentuk karena adanya kesamaan visi dan misi yang ingin dicapai. Pada tulisan
sebelumya saya membahas jenis organisasi profit dan non profit, dan tulisan
kali ini saya akan mencoba membahas tentang konflik yang ada dalam organisasi,
baik organisasi profit maupun organisasi non profit. Sebelum membahas konflik
yang ada dalam organisai, terlebih dahulu kita harus mengetahui Pengertian
konflik yang sebenarnya.
Pengertian konflik organisasi
adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota–anggota atau
kelompok–kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka
harus membagi sumber daya–sumber daya yang terbatas atau kegiatan–kegiatan
kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan tujuan, status,
nilai atau persepsi.
Konflik memeng kerap terjadi di
dalam suatu organisasi. Baik itu konflik internal maupun konflik eksternal
antar organisasi. Konflik yang terjadi kadang kala terjadi karena permasalahan
remeh. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini
berarti pula, bila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui
kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi
tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers. Konflik
pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara
nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan
pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selamanya
berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart &
Logan, 1993:342).
2. TEORI
Seperti penjelasan pada pendahuluan
di atas bahwa konflik mempunyai 4 tingkatan yaitu: Konflik intra perorangan,
Konflik antar perorangan, Konflik antar kelompok, dan Konflik antar
keorganisasian. Saya akan mengambil contoh kasus Konflik antar kelompok yaitu
kasus tauran kelompok wartawan dengan pelajar.
WARTAWAN
VS SMA 6 JAKARTA
bermula pada hari Jumat (16/09).
Seperti biasa, SMA 6 dan SMA 70 tawuran. Pada saat kejadian itu berlangsung,
kebetulan wartawan Trans 7 meliput kejadian tersebut. Menurut berita anak SMA 6
kurang suka diliputnya aksi tawuran mereka. Akhirnya mereka merampas video
rekaman tersebut dan melakukan pengeroyokan kepada wartawan tersebut yang
bernama Angga Oktaviardi (news.okezone.com).
Karena hal tersebut, akhirnya
keesokan harinya wartawan berkumpul di depan SMA 6 untuk meminta
pertanggungjawaban sekolah. Kejadian ini berlangsung pada saat istirahat ke-2.
Pada saat pulang sekolah, siswa-siswi tidak dapat langsung keluar karena
banyaknya wartawan yang mencoba masuk. Para siswa diamankan dengan mengunci
gerbang sekolah.
perwakilan dari wartawan melakukan
pembicaraan dengan SMA 6 di sekolah. Namun, pembicaraan yang berlangsung
baik-baik itu, tidak dibarengi dengan tindakan wartawan dan siswa di luar
sekolah. Bentrokan terjadi dan polisi mencoba menenangkan dengan mengeluarkan
tembakan di udara
Empat wartawan menjadi korban.
Mereka adalah Yudistiro, wartawan SINDO; Banar Fil Ardi, wartawan online
Kompas.com; Panca Surkani, wartawan Media Indonesia dan Septiawan, wartawan
Sinar Harapan.
Kapolres Jakarta Selatan Komisaris
Besar Imam Sugianto membantah bahwa pihaknya tak melakukan tindakan dalam
menghentikan sejumlah kasus tawuran yang sering terjadi di SMA 6 dan SMA 70
Jakarta. namun, ia membenarkan bahwa pertikaian antarkedua sekolah tersebut
memang telah terjadi puluhan tahun. “Akar tawuran sma 6 itu harus kita lihat.
Itu kan sudah puluhan tahun. Saya belum tahu, tapi analisis saya apakah
pertentangan antara SMA 6 dan SMA 70 diwariskan. Itu yang harus dicari. Itu
bukan hanya tugas Polri, tetapi semua pihak,” tuturnya.
3. PEMBAHAASAN
Tentu kita tau tugas wartawan
adalah mencari berita dan tugas seorang pelajar adalah mencari ilmu, menuntut ilmu setinggi langit, bahagiakan
orang tua dan raih cita-cita. Bukan untuk meninggikan emosi dan sifat egois
dalam diri yang akhirnya anarkis membunuh nurani kalian.
Kasus kekerasan siswa SMA 6
terhadap wartawan merupakan cerminan belum dewasanya masyarakat dalam menyelesaikan
masalah dan konflik. KPAI melihat kasus ini
adalah kegagalan pendidikan karakter di sekolah.
Mengapa bisa terjadi
tauran?
·
Faktor seringnya tauran:
·
faktor psikologi
·
budaya
·
sosiologis
·
faktor internal: keluarga, ekonomi dan
faktor lingkungan
Awalnya peristiwa ini terjadi karena
kebiasaan dari SMA 6 dan SMA 70 yang sudah mempunyai konflik dari tahun ke
tahun. Sebenarnya wartawan hanya memenuhi tugasnya untuk mencari berita, yang
kebetulan wartawan sedang meliput tauran antar pelajar tersebut. Tauran memang
sering terjadi di kalangan pelajar, tidak heran kalau pencari berita sering
memberitakan tentang tauran antar pelajar. merampas video rekaman dan melakukan
pengeroyokan kepada wartawan bukanlah prilaku yang tepat. Kalian adalah pelajar
Indonesia, sudah seharusnya berusaha untuk menggapai cita-cita, berusaha
membahagiakan orang tua yang sudah banting tulang membiayai pendidikan kalian.
jangan sampai image Tawuran adalah Realita Pelajar Indonesia melekat pada diri
kalian, pelajar Indonesia harus mampu membuktikan bahwa kalian bisa, singkirkan
sifat egois dan emosi tinggi, demi tercapainya cita-cita
seharusnya kasus kekerasan tersebut
harus dituntaskan, dengan melakukan penegakan hukum tanpa bulu. Dalam arti
pelajar yang bersalah perlu diberi pembinaan, demikian juga jika ada wartawan
yang terlibat tindak kekerasan juga harus diproses.
Seluruh pihak harus introspeksi
dengan memberikan keteladanan akan pentingnya harmoni serta penyelesaian
masalah dengan damai. Pertikaian dan konflik yang ditunjukkan para elit telah
memberikan efek psikologis anak untuk bertindak anarkis.
Kesimpulan
konflik merupakan hal yang tidak
bisa dihindari dalam sebuah
organisasi, disebabkan oleh banyak factor yang pada intinya karena organisasi terbentuk dari banyak
individu & kelompok yang memiliki sifat & tujuan yg berbeda satu sama
lain.
Kehadiran konflik dalam suatu
organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam
organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu
pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun
konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik
merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat
berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila
konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka
dapat merugikan kepentingan organisasi.
Konflik Antar Kelas
Konflik
antara Perusahaan dengan karyawan
PT Golden Castle , bergerak dalam bidang konveksi atau textil,
mengalami konflik antara perusahaan dengan karyawan. Konflik ini terjadi yang
disebabkan oleh adanya miss communication antar atasan dengan karyawan. Adanya
perubahan kebijakan dalam perusahaan mengenai penghitungan gaji atau upah kerja
karyawan , namun pihak perusahaan belum memberitahukan para karyawan, sehingga
karyawan merasa diperlakukan semena-mena oleh pihak perusahaan. Para karyawan
mengambil tindakan yaitu dengan mendemo perusahaan, Namun tindakan ini berujung
pada PHK besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan.
Perusahaan manapun pasti pernah mengalami konflik internal.Mulai
dari tingkat individu, kelompok, sampai unit. .Mulai dari derajat dan lingkup
konflik yang kecil sampai yang besar. Yang relatif kecil seperti masalah adu
mulut tentang pribadi antarkaryawan, sampai yang relatif besar seperti beda
pandangan tentang strategi bisnis di kalangan manajemen.Contoh lainnya dari
konflik yang relatif besar yakni antara karyawan dan manajemen. Secara kasat
mata kita bisa ikuti berita sehari-hari di berbagai media. Disitu tampak
konflik dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan. Apakah hal itu karena tuntutan
besarnya kompensasi, kesejahteraan, keadilan promosi karir, ataukah karena
tuntutan hak asasi manusia karyawan.
Konflik itu sendiri merupakan proses yang dimulai bila satu pihak
merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera
mempengaruhi secara negatif. Faktor-faktor kondisi konflik (Robbins, Sthepen
,2003, Perilaku Organisasi):
Harus dirasakan oleh pihak terkait
Merupakan masalah persepsi
Ada oposisi atau ketidakcocokan tujuan, perbedaan dalam
penafsiran fakta, ketidaksepakatan pada pengharapan perilaku
Interaksi negatif-bersilangan
Ada peringkat konflik dari kekerasan sampai lunak.
Didalam hubungan komunikasi di suatu
lingkungan kerja atau perusahaan konflik antar individu akan sering terjadi.
Konflik yang sering terjadi biasanya adalah karena masalah kominikasi yang
kurang baik. Sehingga cara mengatasi konflik dalam perusahaan harus benar-benar
dipahami management inti dari perusahaan, untuk meminimalisir dampak yang
timbul.
Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau
karyawan dengan atasan yang terjadi karena masalah komunikasi harus di
antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur. Karena jika masalah
komunikasi antara atasan dan bawahan terjadi bias-bisa terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo.
Sehingga untuk mensiasati masalah ini
bias dilakukan dengan berbagai cara.
1.Membentuk
suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan dalam
komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau pengumuman melalui
loudspeaker.
2.Buat
komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancer dan harmonis,
misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua arah dan
intens akan mengurangi masalah di lapangan
3.Beri
pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan, pelatihan akan
memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap individu dalam organisasi dan
meminimalkan masalah dalam hal komunikasi
Biasanya masalah timbul karena lingkungan
yang kurang kondusif di suatu perusahaan. Misalnya, kondisi cahaya yang kurang,
atau sirkulasi yang kurang baik, dan temperature ruangan yang tinggi sangat
mungkin untuk meningkatkan emosi seseorang, jadi kondisi dari lingkungan juga
harus di perhatikan
Kesimpulan
Konflik dalam perusahaan juga sering
terjadi antar karyawan, hal ini biasanya terjadi karena masalah diluar
perusahaan, misalnya tersinggung karena ejekan, masalah ide yang dicuri, dan
senioritas. Perusahaan yang baik harus bisa menghilangkan masalah senioritas
dalam perusahaan. Hal ini dapat meminimalisir masalah yang akan timbul, kerena
dengan suasanya yang harmonis dan akrab maka masalah akan sulit untuk muncul.
Konflik Rasial
Konflik
Sampit
Konflik Sampit adalah
pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia,berawal pada Februari 2001 dan
berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan
Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik
ini terjadi antara suku Dayak asli dan
warga migrant Madura dari pulau Madura. Konflik tersebut pecah pada 18 Februari
2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik Sampit
mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura
kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal
kepalanya oleh suku Dayak.
Latar belakang
Konflik Sampit tahun
2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa insiden
sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara
Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk
Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang
dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah
Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah.
Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura
yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh
kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan
dan perkebunan. Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun
2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah
rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura
dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di
permukiman Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa
pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa
anggota mereka diserang Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga Dayak
disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di desa
Kerengpangi pada 17 Desember, 2000. Versi lain mengklaim bahwa konflik ini
berawal dari percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama. Alternatif
dalam menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan akomodasi merupakan
solusi yang tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini. KH. Abdurahman Wahid
mengungkapkan “Sebuah bangsa yang mampu bertenggang rasa terhadap perbedaaan - perbedaaan
budaya, agama, dan ideologi adalah bangsa yang besar” untuk mewujudkan integrasi antaretnis di Indonesia
dengan mutual of understanding, sehingga semboyan yang mencengkram dalam kaki
kuat Burung Garuda bukanlah wacana lagi.
Kesimpulan
konflik rasial sudah
ada sejak lama. konflik ini lahir karena adanya perbedaan ciri-ciri fisik
manusia seperti bentuk wajah, warna kulit, bentuk rambut maupun kesempurnaan
penampilan fisik. umumnya manusia sangat mengaggungkan kecantikan/ketampanan.
iklan di tv, koran semakin menjustifikasi hal ini.
Bagi mereka yang
memiliki kesempurnaan fisik akan menempati satus sosial yang tinggi di dalam
masyarakat. contoh konflik rasial adalah sistem apartheid di Afrika
Selatan. sistem ini membedakan hak dan kewajiban warga berdasarkan ciri fisik.
mereka yang berkulit putih (warga eropa) memiliki status sosial paling tinggi,
warga kulit berwarna (asia) menempati status berikutnya, warga afrika yang
berkulit hitam berada paling bawah statusnya. perbedaan perlakuan tersebut
antara lain pemisahan kendaraan transportasi (taksi, bis), pemisahan wc umum,
pemisahan telepon umum dll.
Konflik Politik
Indonesia
Versus Malaysia
Walaupun merupakan tetangga dekat,
Indonesia sering sekali terlibat konflik dengan Malaysia. bahkan hal ini sudah
terjadi sejak dulu. Bila dirunut dari peristiwa sejarah yang pernah terjadi,
konflik Indonesia versus Malaysia diantaranya seperti kasus perebutan wilayah
sampai pada kasus hak milik kebudayaan. Bila kita mencari referensi di dunia
maya, banyak sekali hujatan - hujatan yang ditujukan untuk Malaysia maupun
Indonesia dimana kedua belah pihak merasa paling benar. Tentu saja bila hal ini
terus menerus dibiarkan akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi hubungan
kedua negara.
Beberapa hal yang
membuat masyarakat Indonesia sangat marah adalah saat Malaysia mengklaim
beberapa kebudayaan Indonesia sebagai kebudayaan asli Malaysia, termasuk jenis
makanan yang sudah umum ada di Indonesia. Orang - orang Malaysia yang kerap
menyebut orang Indonesia dengan kata "Indon" merasa bahwa kebudayaan
dan makanan yang mereka klaim itu adalah benar berasal dari Malaysia. Walaupun
sebenarnya kalau kita runut ke belakang, makanan dan kebudayaan tersebut dibawa
oleh orang Indonesia yang berada di Malaysia sehingga.
Indonesai versus
Malaysia ternyata tidak hanya terjadi dalam hal makanan dan kebudayaan, serta
politik (pada jaman pemerintahan Soekarno). Namun urusan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) juga sempat memancing emosi masyarakat Indonesia. Penyiksaan yang
dilakukan terhadap TKI serta berbagai macam kasus yang lain termasuk kasus TKI
yang tidak dibayar merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap masyarakat Indonesia.
Namun disisi lain, banyak juga masyarakat Indonesia yang menjadi TKI dengan
cara ilegal ke Malaysia. Hal ini juga lah yang memicu perlakuan tidak adil para
TKI Indonesia di Malaysia.
Terlepas dari segala
konflik yang terjadi antara Indonesia Versus Malaysia, Pemerintah Indoensia
juga sudah mengambil beberapa tindakan, diantaranya adalah dengan menghentikan
pengiriman TKI ke Malaysia dan beberapa langkah lain yang dianggap perlu.
Mematenkan jenis kebudayaan serta makanan yang asli dari Indonesia dirasa
sangat perlu untuk menghindari terjadinya konflik di kemudian hari. Selain itu,
edukasi bagi masyarakat akan pentingnya arti kerukunan juga mutlak diperlukan
untuk menghindari sikap permusuhan. Menanggapi dengan sikap emosi segala hal
yang memicu konflik yang selama ini diciptakan oleh Malaysia bukan merupakan
langkah yang elegan. Justru dengan bersikap lebih arif dan dengan kepala dingin
membuat kita menjadi bangsa yang lebih berbudaya dan beretika bila dibandingkan
dengan hanya berbalas kata - kata kasar di dunia maya.
Kesimpulan
Indonesai versus
Malaysia ternyata tidak hanya terjadi dalam hal makanan dan kebudayaan, serta
politik (pada jaman pemerintahan Soekarno). Namun urusan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) juga sempat memancing emosi masyarakat Indonesia. Penyiksaan yang
dilakukan terhadap TKI serta berbagai macam kasus yang lain termasuk kasus TKI
yang tidak dibayar merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap masyarakat
Indonesia. Namun disisi lain, banyak juga masyarakat Indonesia yang menjadi TKI
dengan cara ilegal ke Malaysia. Hal ini juga lah yang memicu perlakuan tidak
adil para TKI Indonesia di Malaysia.
Konflik
Internasional
Sejarah Singkat Konflik Palestina-Israel
Pendahuluan
Kawasan Timur Tengah merupakan sebuah kawasan geopolitik yang menjadi wilayah konflik yang berkepanjangan. Wilayahnya yang mengandung sumber daya mineral dalam jumlah yang banyak, telah menjadikan kawasan ini sebagai hotbed atau ajang unjuk kekuatan negara-negara besar yang memiliki kepentingan akan energi.
Kawasan Timur Tengah merupakan sebuah kawasan geopolitik yang menjadi wilayah konflik yang berkepanjangan. Wilayahnya yang mengandung sumber daya mineral dalam jumlah yang banyak, telah menjadikan kawasan ini sebagai hotbed atau ajang unjuk kekuatan negara-negara besar yang memiliki kepentingan akan energi.
Tidak hanya itu, kawasan Timur Tengah merupakan
kawasan berasalnya tiga agama Samawi, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam yang
sekaligus menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan suci bagi ketiga agama.
Fakta ini pula yang melatarbelakangi terjadinya Perang Salib dalam kurun waktu
ratusan tahun. Dalam era modern, berbagai krisis terjadi di wilayah ini,
seperti perang Iran-Irak, Irak-Kuwait, invasi Amerika Serikat ke Irak, dan
konflik Palestina-Israel yang telah lebih dari lima dekade masih berlangsung
hingga saat ini.
Konflik Palestina-Israel adalah konflik yang paling
lama berlangsung di wilayah Timur Tengah (dengan mengenyampingkan Perang
Salib), yang menyebabkannya menjadi perhatian utama masyarakat internasional.
Sebagai contoh, konflik antara keduanya menjadi agenda
pertama dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ketika PBB
baru terbentuk dan sampai saat ini belum terselesaikan meski ratusan resolusi
telah dikeluarkan. Kedua entitas politik ini telah “bertarung” di kawasan Timur
Tengah semenjak berdirinya negara Israel pada tahun 1948.
Dalam beberapa waktu belakangan, telah terjadi
serangkaian peristiwa penting yang menandai proses perdamaian antara kedua
entitas ini. Jimmy Carter, mantan Presiden Amerika Serikat (AS), sedang
melakukan safari ke wilayah Palestina, dan melakukan dialog dengan
pemimpin-pemimpin Palestina.
Perkembangan terakhir yang didapat dari perjalanan
Jimmy Carter tersebut, Hamas bersedia untuk mengakui eksistensi Israel di
wilayah Timur Tengah, yang menandai perubahan platform politik yang cukup
fundamental dari Hamas mengingat mereka merupakan partai politik Palestina yang
paling keras mengecam hadirnya Israel di wilayah Timur Tengah. Meski kemudian
kabar ini dibantah oleh pemimpin Hamas, Khaled Meshaal yang mengatakan bahwa
Hamas tetap dalam posisi untuk memperjuangkan negara Palestina dengan batas
pada tahun 1967, yang menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Palestina, tanpa
mengakui eksistensi Israel.
Belum hilang dari ingatan, ketika pemerintahan George
W. Bush berusaha menengahi konflik Timur Tengah dengan mengadakan Konferensi
Annapolis, yang mengeluarkan rekomendasi mengenai perdamaian antara Palestina
dan Israel. Konferensi ini tidak hanya dihadiri oleh perwakilan dari Palestina
dan Israel, namun juga dari negara-negara lain seperti Lebanon, Suriah, Mesir,
Yordania, dan negara-negara lain di Kawasan Timur Tengah.
Pada tahun 2005, Ariel Sharon (Kadima) sebagai Perdana
Menteri Israel pada saat itu, mengeluarkan kebijakan unilateral disengagement
plan yang disetujui oleh Knesset (parlemen Israel). Dengan adanya kebijakan
tersebut, seluruh pemukiman Israel yang berada di wilayah Jalur Gaza, dan
beberapa di Tepi Barat (West Bank) ditarik dan dihancurkan. Kebijakan ini
memang tidak langsung membuahkan perdamaian permanen antara Palestina dan
Israel, tetapi setidaknya usaha untuk mewujudkan hal tersebut sudah semakin
dekat.
Tetapi, konflik antara Palestina – Israel tidak bisa
hanya dilihat dari kejadian 5 atau 10 tahun belakangan. Perseteruan antara
kedua entitas ini telah berlangsung selama enam dekade (jika dihitung dari
terbentuknya negara Israel), dan dimulainya konflik antara Palestina – Israel
telah melalui latar belakang sejarah yang cukup panjang.
Periode Pra-1920 : Zionisme, Kekalahan Ottoman, dan
Janji-Janji Pemenang Perang
Meskipun telah memiliki catatan sejarah dalam dokumentasi seperti Alkitab dan Alquran, Negara Israel belum terbentuk sampai pada tahun 1948. Semenjak kehancuran Kerajaan Israel dan penjajahan oleh Romawi, Israel mengalami diaspora, dan tidak pernah memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat.
Meskipun telah memiliki catatan sejarah dalam dokumentasi seperti Alkitab dan Alquran, Negara Israel belum terbentuk sampai pada tahun 1948. Semenjak kehancuran Kerajaan Israel dan penjajahan oleh Romawi, Israel mengalami diaspora, dan tidak pernah memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat.
Diaspora telah menghasilkan penyebaran umat Yahudi di
seluruh dunia, khususnya di Eropa. Mereka berasimilasi dengan masyarakat di
sekitarnya, namun tetap mempraktikkan ajaran-ajaran Yahudi.
Pada awalnya, tidak ada gerakan nasionalisme Yahudi
yang mempunyai tujuan untuk kembali ke tanah Israel, karena pada umumnya warga
Yahudi diterima di wilayah dimana mereka berasimilasi.
Tetapi, setelah munculnya pogrom di Rusia, paham
anti-semit di kawasan Eropa Timur dan Tengah, dan juga kematian Alfred Dreyfus
(Kapten Tentara Prancis beragama Yahudi) karena tuduhan menjadi mata-mata
musuh, gerakan nasionalisme Yahudi muncul di kalangan Yahudi Eropa.
Gerakan ini lazim disebut dengan Zionisme, yang
ditemukan dan dipopulerkan oleh seorang jurnalis Yahudi berkebangsaan Austria
bernama Theodore Herzl, melalui buku berjudul Der Judenstaat.
Herzl menganggap, dengan adanya diskriminasi
berkepanjangan terhadap warga Yahudi di hampir seluruh wilayah Eropa, maka
asimilasi bukan lagi menjadi pilihan bagi Yahudi apabila mereka ingin tetap
hidup. Zionisme telah berhasil membangkitkan nasionalisme Yahudi yang
berada di Eropa, sehingga mewujudkan terjadinya Aliyah dalam beberapa
gelombang.
Ketika gerakan Zionisme mulai marak di kawasan Eropa,
wilayah Palestina/Israel yang kita kenal pada saat ini masih berada dibawah
kekuasaan Imperium Ottoman. Pada saat itu, Imperium Ottoman masih mengontrol
sebagian besar wilayah di kawasan Asia Barat, mulai dari Asia Minor/Turki
sampai ke seluruh semenanjung Arab.
Selama kurang lebih 400 tahun, Ottoman bertahan di
wilayah Timur Tengah yang kita kenal pada saat ini. Eksistensi Imperium Ottoman
di kawasan Timur Tengah berakhir ketika kekalahan mereka pada Perang Dunia I.
Kekalahan Ottoman bukan saja disebabkan oleh Inggris dan Prancis, namun juga
oleh bangsa Arab yang berada di wilayah Ottoman.
Bangsa Arab memberontak kepada Imperium Ottoman atas
bantuan Inggris, yang telah menjanjikan untuk membantuk terbentuknya sebuah
pemerintahan Arab yang independen apabila bangsa Arab mau melawan Ottoman.
Janji dari Inggris ini tertuang dalam korespondensi antara Sir Henry MacMahon
(Pejabat Tinggi Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein (pemimpin Arab
Hashemite), yang dikenal dengan sebutan Hussein-MacMahon Correspondence.
Namun janji Inggris terhadap Arab untuk membantuk
pembentukan pemerintahan Arab tidak segera diwujudkan. Inggris dan Prancis
justru membuat perjanjian bilateral yang membagi bekas wilayah Imperium Ottoman
untuk negara-negara Eropa, yang dikenal dengan Sykes-Picot Agreement.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, bangsa Arab tidak
mendapatkan wilayah bekas Imperium Ottoman, yang secara otomatis membuat mereka
tidak mungkin untuk bisa membentuk pemerintahan Arab yang independen. Dalam
perjanjian itu, Inggris mendapatkan Yordania, Irak, dan sebagian wilayah Haifa,
sementara Prancis mendapatkan Turki, Irak bagian utara, Suriah, dan Lebanon.
Sedangkan negara-negara lain dibebaskan untuk memilih
wilayah yang akan dikuasainya. Ketika dibuatnya Sykes-Picot Agreement, wilayah
Palestina belum diserahkan kepada negara manapun, sehingga dijadikan sebagai
sebuah wilayah internasional yang dikelola secara bersama-sama diantara
negara-negara pemenang perang.
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan dengan
pembuatan Sykes-Picot Agreement, Inggris kembali mengumbar janji kepada bangsa
Yahudi dengan mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Dokumen ini
dikenal dengan nama Balfour Declaration, yang menjadi landasan bagi gerakan
Zionisme untuk mewujudkan visi terbentuknya negara Yahudi yang eksklusif dengan
kembali ke tanah Palestina.
Lahirnya janji-janji dari Inggris kepada Yahudi dan
Arab telah melatarbelakangi konflik antara Arab dan Yahudi, yang merasa berhak
dan didukung oleh Inggris.
Sykes-Picot Agreement yang dibuat antara Inggris dan
Prancis ternyata tidak menyelesaikan permasalahan yang ada di kawasan Timur
Tengah, karena sengketa yang terus terjadi antara negara-negara yang menguasai
bekas wilayah Ottoman.
Akhirnya Dewan Sekutu memutuskan untuk membuat
konferensi yang diadakan di San Remo, Italia, untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Konferensi San Remo menghasilkan keputusan yang memberikan wilayah
Palestina dan Irak kepada Inggris, sedangkan Prancis mendapatkan Suriah dan
Lebanon.
Keputusan ini mengikutsertakan Balfour Declaration
sebagai salah satu landasan dibuatnya alokasi wilayah tersebut, disamping Pasal
22 dari Kovenan Liga Bangsa-Bangsa. Liga Bangsa-Bangsa menggunakan hasil dari
Konferensi San Remo untuk membuat British Mandate of Palestine pada tahun 1920,
yang menjadikan wilayah Palestina sebagai wilayah mandat yang akan dikelola
oleh Inggris hingga penduduk di wilayah tersebut dapat memerintah secara
otonom.
Periode 1920-1948 : Mandat Inggris hingga terbentuknya
Negara Israel
Tugas yang diberikan LBB kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan Yahudi.
Tugas yang diberikan LBB kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan Yahudi.
Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan oleh Inggris
untuk bisa membentuk pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga
menimbulkan banyaknya gesekan terutama klaim mengenai siapa yang paling berhak
untuk berada di wilayah Palestina.
Dalam kurun waktu hampir 30 tahun selama pemerintahan
Mandat Inggris, telah terjadi beberapa bentrokan diantara bangsa Arab dan
Yahudi yang berada di wilayah Palestina, antara lain Palestine Riots 1920,
Palestine Riots 1929, Arab Revolt 1936-1939, Jerusalem Riots 1947.
Dalam kurun waktu ini pula, terjadi Perang Dunia II di
wilayah Eropa yang telah melahirkan tragedi holocaust, sehingga semakin
menguatkan niat bangsa Yahudi di Eropa untuk kembali ke tanah Palestina.
Keberadaan Inggris di wilayah Palestina untuk membantu
warga di Palestina menjadi otonom, justru menimbulkan resistensi dari Arab,
sehingga keberadaannya tidak berfungsi maksimal dan jauh dari tujuan awal yang
diharapkan ketika LBB menugaskan Inggris.
Lahirnya PBB sebagai penerus tugas dari LBB, tidak
banyak membantu penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah Palestina. PBB,
khususnya Majelis Umum, berinisiatif untuk mebuat sebuah proposal perdamaian
untuk Arab dan Yahudi di Palestina, yaitu dengan membuat partisi atau pembagian
wilayah Palestina, sehingga terbentuk negara Arab dan Yahudi secara terpisah.
Dalam proposal ini, Jerusalem tidak ditempatkan
dibawah penguasaan Arab ataupun Yahudi, tetapi dijadikan sebagai sebuah wilayah
internasional yang diurus secara internasional oleh PBB. Proposal menjadi Resolusi
181 Majelis Umum PBB, atau lebih dikenal dengan UN Partition Plan, memberikan
55% wilayah Palestina untuk dijadikan negara Yahudi, dan 45% sisanya untuk
negara Arab.
Secara demografis, komunitas Yahudi hanya ada sekitar
7% dari seluruh penduduk Palestina, dan 93% sisanya merupakan Arab. Dengan
adanya ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan wilayah yang diberikan oleh
PBB, protes dari bangsa Arab pun bermunculan.
Adanya penolakan dari bangsa Arab yang merasa
diperlakukan tidak adil melalui UN Partition Plan telah memicu kerusuhan
selanjutnya di Yerusalem antara Arab dengan Yahudi (khususnya melalui pasukan
paramiliter Haganah).
Penolakan dari bangsa Arab telah menggagalkan proposal
perdamaian ini, selain itu statusnya yang merupakan resolusi Majelis Umum PBB
menjadikannya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (non-legally
binding).
Gagalnya Mandat Inggris dan UN Partition Plan di
Palestina, tidak menghambat bangsa Yahudi untuk mewujudkan visi dari Zionisme.
Pada hari yang bersamaan dengan berakhirnya Mandat Inggris, David Ben-Gurion
yang mewakili Yahudi, memproklamirkan berdirinya Negara Israel, dan hanya dalam
hitungan jam, Uni Sovyet dan Amerika Serikat memberikan pengakuaan terhadap
negara yang baru lahir tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Israel ini menyulut kemarahan
bangsa Arab, dan menimbulkan konflik bersenjata pertama antara bangsa Arab
dengan Yahudi (yang kali ini telah menjadi Israel).
Periode 1948 – Sekarang : Konflik Tak Berujung, dan
Perjanjian-perjanjian Damai yang Impoten
Kelahiran Israel pada 14 Mei 1948 telah menginisiasi konflik berkepanjangan antara Arab dengan Israel. Konflik bersenjata pertama antara Arab dengan Israel terjadi beberapa hari sesudah diproklamasikannya kemerdekaan Israel.
Kelahiran Israel pada 14 Mei 1948 telah menginisiasi konflik berkepanjangan antara Arab dengan Israel. Konflik bersenjata pertama antara Arab dengan Israel terjadi beberapa hari sesudah diproklamasikannya kemerdekaan Israel.
Pada saat itu, Israel belum memiliki angkatan
bersenjata yang resmi, dan hanya mengandalkan organisasi paramiliter seperti
Haganah, Irgun, Palmach yang berjuang tanpa komando. Sementara bangsa Arab di
Palestina juga mengandalkan organisasi paramiliter Futuwa dan Najjada.
Namun setelah itu, bangsa Arab didukung oleh
negara-negara Arab disekitar Israel seperti Irak, Yordania dan Mesir untuk
mendukung perlawanan Arab terhadap Israel. Di tengah-tengah peperangan,
organisasi paramiliter Israel dilebur menjadi sebuah angkatan bersenjata yang
disebut dengan Israeli Defense Forces, sehingga mereka memiliki kekuatan
militer yang lebih terkomando dan rapi.
Peperangan 1948 atau yang dikenal dengan nama Al Nakba
dimenangkan oleh Israel, setelah selama lebih dari satu tahun bertempur.
Berakhirnya perang Al Nakba ini ditandai dengan dibuatnya perjanjian perdamaian
antara Israel dengan negara-negara Arab disekitarnya pada bulan Juli 1949, dan
pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan
diterimanya Israel sebagai anggota PBB.
Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi
Palestina yang terusir dari kediamannya di Palestina. Sekitar 750.000 warga
Palestina terpaksa menjadi pengungsi dan mencari perlindungan di negara-negara
Arab.
Konflik bersenjata Arab dan Israel tidak berhenti di
tahun 1949. Selama 17 tahun, ketegangan antara negara-negara Arab dan Israel
masih terus terjadi, khususnya dari Presiden Mesir pada saat itu, yaitu Gamal
Abdul Nasser. Dirinya seringkali mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang
berisikan tentang keinginannya untuk menghancurkan Israel.
Pada tahun 1967, terjadi konflik berikutnya antara
Arab dan Israel. Israel yang telah mengerahkan kekuatan intelijennya ke seluruh
wilayah negara-negara Arab, telah berhasil menghimpun informasi berkaitan
dengan rencana negara-negara Arab untuk menyerang Israel.
Tepatnya pada tanggal 5 Juni 1967, Israel melancarkan
serangan pertamanya ke Mesir, yang dikhususkan ke pangkalan udara militer yang
menjadi basis kekuatan Mesir dan selama 5 (lima) hari kemudian, Israel terus
melancarkan serangan-serangannya ke negara-negara Arab yang berbatasan langsung
dengan Israel seperti Yordania, Suriah, dan Lebanon.
Perang yang dikenal juga dengan Six-Days War ini
kembali dimenangkan oleh Israel, dan tidak hanya itu, Israel berhasil merebut
wilayah Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir, Jerusalem Timur dan Tepi Barat
dari Yordania, dan Dataran Tinggi Golan (Golan Heights) dari Suriah.
Secara faktual, aliansi kekuatan militer negara-negara
Arab jauh lebih besar dibandingkan dengan Israel. Namun Israel berhasil
memenangkan peperangan dan berhasil mengubah peta geopolitik di kawasan Timur
Tengah.
Perang 1967 lagi-lagi menghasilkan problem pengungsi.
Sekitar 250.000 penduduk Palestina menjadi bagian dari gelombang kedua
pengungsi Palestina, dan bergabung bersama penduduk Palestina lain yang telah
berada di pengungsian.
Kekalahan negara-negara Arab dalam Six-Days War tidak
membuat konflik antara Arab dengan Israel berakhir. Pada tahun 1973, tepat
sebelum peringatan hari Yom Kippur oleh Yahudi, kembali terjadi konflik
bersenjata antara Arab dengan Israel. Yom Kippur War menjadi puncak konflik
bersenjata antara Arab dan Israel.
Dalam perang ini, Bangsa Arab berhasil membalas
kekalahannya dari Israel. Serbuan negara-negara Arab berhasil melumpuhkan
Israel, meski Israel tidak dikalahkan secara telak. Perang ini berhasil memaksa
Israel untuk mengembalikan Semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir melalui
sebuah perjanjian perdamaian pada tahun 1979.
Sampai pada titik ini, belum ada entitas Palestina
yang menjadi representasi perlawanan bangsa Arab yang berada di Palestina.
Palestine Liberation Organization (PLO) memang telah dibentuk pada tahun 1964
oleh Liga Arab, tetapi statusnya sebagai representasi masyarakat Palestina baru
ditegaskan pada tahun 1974.
Kehadiran PLO sebagai representasi resmi bagi rakyat
Palestina telah membuat perjuangan Palestina semakin terkontrol, dan memudahkan
Palestina untuk ikut serta dalam konferensi-konferensi internasional, karena
status PLO sebagai gerakan pembebasan nasional yang diakui sebagai salah satu
subyek hukum internasional.
Meski telah memiliki organisasi yang resmi, masyarakat
Palestina di tataran akar rumput tetap melancarkan perjuangannya secara otonom.
Salah satu buktinya, rakyat Palestina melakukan perlawanan terhadap Israel atau
yang dikenal dengan “Intifada”.
Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan rakyat
Palestina terhadap bangsa Arab yang tidak lagi berjuang bersama-sama mereka,
lalu PLO yang belum bisa menunjukkan posisinya sebagai representasi dari rakyat
Palestina, dan juga tindakan represif dari Israel melalui pembunuhan-pembunuhan
terhadap tokoh Palestina, penghancuran properti milik warga Palestina, dan juga
pemindahan penduduk secara paksa (deportasi).
Salah satu ciri khas Intifada di Palestina adalah
pelemparan batu yang dilakukan oleh rakyat Palestina terhadap angkatan
bersenjata Israel. Lahirnya Intifada pertama di Palestina, dan juga kematian
Abu Jihad, telah menginspirasi beberapa pemimpin Palestina untuk
memproklamasikan berdirinya negara Palestina pada tahun 1988.
Semenjak tahun 1988, istilah “Palestina” untuk
menggambarkan sebuah negara mulai dikenal. Meski pada tahun-tahun selanjutnya,
PLO tetap menjadi representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional,
karena status Palestina sebagai negara belum diakui secara internasional.
Setelah terbentuknya PLO dan dideklarasikannya negara
Palestina, sejumlah konferensi perdamaian antara Palestina dan Israel mulai
marak dilakukan oleh negara-negara besar, seperti AS dan Russia. Konferensi
perdamaian paling awal adalah Madrid Conference yang dilaksanakan pada tahun
1991, yang kemudian dilanjutkan dengan Oslo Accords pada tahun 1993.
Oslo Accords menjadi salah satu tahapan penting dalam
kronik perdamaian Palestina-Israel, karena memuat rencana-rencana perdamaian
dan pembentukan negara Palestina. Bahkan dengan adanya Oslo Accords, Intifada
yang telah berlangsung selama 5 tahun dapat dihentikan.
Namun seiring terbunuhnya Yitzhak Rabin yang berperan
penting dalam Oslo Accords, kesepatakan tersebut kembali mentah dan tidak dapat
diimplementasikan. Setelah Oslo Accords, masih ada Hebron Agreement dan juga
Wye River Memorandum yang tidak menghasilkan apapun bagi proses perdamaian
Palestina dan Israel.
Pada tahun 2000, AS kembali berusaha untuk membuka
jalan bagi kemungkinan perdamaian antara Palestina dan Israel. Pertemuan antara
Bill Clinton, Ehud Barak, dan Yasser Arafat di Camp David, AS, kembali tidak
menghasilkan kesepakatan apapun. Pada tahun ini pula, Intifada jilid ke-2
kembali muncul di masyarakat Palestina.
Pasca Camp David Summit, masih ada upaya perdamaian
melalui Beirut Summit yang diprakarsai oleh Arab Peace Initiative, dan juga
proposal Peta Jalan atau Road Map for Peace yang diusulkan oleh Quartet on
Middle East yang terdiri dari AS, Rusia, PBB, dan Uni Eropa (UE). Sama seperti
upaya-upaya perdamaian sebelumnya, kedua pertemuan itu tidak berhasil
mendamaikan Palestina dan Israel.
Pada tahun 2007, di masa-masa akhir pemerintahan
George W. Bush, Quartet on Middle East ditambah dengan partisipasi dari Mesir,
mengadakan konferensi untuk kembali membicarakan perdamaian antara Palestina
dan Israel di Annapolis.
Untuk pertama kalinya dalam kronik sejarah proses
perdamaian Palestina dan Israel, solusi dua negara disebutkan secara eksplisit dalam
proses konferensi. Dengan diterimanya solusi dua negara dalam Annapolis
Conference, maka telah terjadi perubahan dalam platform politik yang telah lama
dianut oleh Palestina dan Israel. Meski demikian, hasil dari Annapolis
Conference masih belum bisa diimplementasikan karena semakin rumitnya konflik
yang terjadi di wilayah Palestina-Israel.
Kesimpulan
Sebagai salah satu konflik terpanjang dalam sejarah umat manusia, perseteruan antara Palestina dengan Israel harus ditanggapi dengan hati-hati. Karena begitu banyak aspek yang terlibat dalam konflik tersebut, sekaligus latar belakang yang sangat rumit, menjadikan isu ini sebagai isu yang sangat sensitif.
Sebagai salah satu konflik terpanjang dalam sejarah umat manusia, perseteruan antara Palestina dengan Israel harus ditanggapi dengan hati-hati. Karena begitu banyak aspek yang terlibat dalam konflik tersebut, sekaligus latar belakang yang sangat rumit, menjadikan isu ini sebagai isu yang sangat sensitif.
Bagi Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim
terbesar di dunia, konflik Palestina-Israel seringkali dibawa ke dalam ranah
konflik agama, yang sesungguhnya merupakan konklusi yang salah.
Apabila sejarah konflik antara Palestina dengan Israel
dipelajari secara lebih terperinci dan obyektif, maka bias argumentasi yang
muncul akan semakin berkurang, dan permasalahan ini dapat dilihat secara
jernih. Jika demikian, Indonesia dapat menentukan sikapnya dalam menghadapi isu
ini, sekaligus menegaskan posisinya sebagai negara demokratis yang menerapkan
politik bebas aktif.
Akibat
Konflik
Hasil dari sebuah
konflik adalah sebagai berikut :
·
meningkatkan solidaritas sesama anggota
kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
·
keretakan hubungan antar kelompok yang
bertikai.
·
perubahan kepribadian pada individu,
misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
·
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa
manusia.
·
dominasi bahkan penaklukan salah satu
pihak yang terlibat dalam konflik.
·
Para pakar teori telah mengklaim bahwa
pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut
sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian
terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa
sebagai berikut:
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua
belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang
terbaik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita
sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan"
konflik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak
lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan"
konflik bagi pihak tersebut.
·
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak
akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Sebab Terjadinya Konflik:
·
Persaingan terhadap sumber-sumber daya
yg langka
·
Ketergantungan tugas (interdependence)
·
Gaya-gaya individual
·
Kekaburan batas-batas bidang kerja
·
Kriteria kinerja yang tidak sesuai
·
Perbedaan nilai-nilai atau persaepsi
·
Perbedaan-perbedaan Tujuan &
Prioritas
Komentar
Konflik Indonesia vs Malaysia
Kian hari hubungan
Indonesia dan Malaysia kian memanas. Berbagai konflik dan perselisihan kerap
terjadi dan menghadang perjalanan dua negara serumpun ini dan sudah menjadi
berita terhangat di negeri ini rupanya. Bulan Ramadhan seharusnya bulan yang
penuh berkah dan rahmat, tapi masalah
ini mungkin saja adalah salah
satu ujian bagi negara kita agar bisa lebih sabar dalam menghadapinya dan bisa
diselesaikan dengan kepala dingin tidak perlu dengan emosi apalagi dengan
kekerasan.
Di mata artis sinetron
Manohara Odelia Pinot menginginkan Malaysia meminta maaf pada Indonesia atas
kesalahan yang telah dilakukannya. Dengan permintaan maaf itu, masalah antara
dua negara bisa diselesaikan dengan baik. Menurutnya Malaysia bersalah karena
menangkap dan menahan petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia.
Demikian juga dalam kasus penyiksaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (YKI) dan
mengklaim kebudayaan Indonesia seperti batik dan reog. Meski mengaku pernah
disakiti di negeri jiran itu, bintang sinetron 'Manohara' itu meminta rakyat
Indonesia tetap bisa obyektif menyikapi memanasnya hubungan dua negara.
Menurut artis kawakan
Ray Sahetapy yang sudah lama geram dengan permasalah tersebut menyarankan
adanya pertemuan tingkat tinggi. Jika perlu, ada baiknya kepala negara kita
datang ke Malaysia untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di mata Ray, sikap
Indonesia yang selama ini tidak melawan jika miliknya diakui Malaysia adalah
salah. Aksi warga berdemo di depan kedubes Malaysia pun dinilai Ray sangatlah
wajar. Memang sudah saatnya Indonesia menentukan sikap agar tidak terus
diinjak-injak negara lain.
Penyanyi Nugie tidak
setuju dengan wacana perang yang muncul di masyarakat sebagai reaksi atas
masalah Indonesia-Malaysia. Menurutnya masih ada jalan damai yang bisa
ditempuh. Nugie mengatakan masalah Indonesia-Malaysia bukan masalah yang
sederhana. Dia mengatakan semua terkait dengan penegasan sebagai sebuah negara.
Jika ada wacana perang, Nugie lantang mengatakan tidak. “Tidak setuju, kan
masih banyak cara yang bisa dilakukan tanpa harus ada perang,” tegasnya.
Melihat masalah
Indonesia-Malaysia yang semakin memanas, Nugie merasa miris. Negeri yang paling
dekat dan bertetangga sangat disayangkan terjadi hal-hal seperti sekarang ini.
“Seluruh dunia, Indonesia sudah dipandang tegak, bukan sebelah mata lagi,”
tandasnya. Tidak setuju perang bukan berarti tidak memiliki rasa nasionalisme.
Nugie memilih untuk tetap berada di jalurnya untuk menunjukkan rasa
nasionalisme yang ada dalam jiwanya.
Memanasnya situasi
antara Indonesia dan Malaysia ditanggapi secara netral oleh Charly ST12.
Sebagai pengusung musik melayu yang khas dari Malaysia dia tidak ingin ikut
campur antara urusan musik dengan politik negara. "Kalau aku sih
netral-netral aja, pokoknya no comment aja, tapi musik tidak bisa dicampur
baurkan dengan hal-hal seperti itu, biar musik mengalir dengan
kejujurannya," ujar Charly St 12 saat ditemui di Konser Cahaya Kemenangan
ANTV di Theater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa
(31/8).
Cathy Sharon juga ikut
menanggapi konflik Malaysia dan Indonesia. Cathy rupanya satu suara dengan
Presiden SBY, kakak Julie Estelle ini ingin konflik tersebut diselesaikan
secara damai. Ia pun meminta pada kedua negara untuk tidak saling
memanas-manasi. Cathy berharap konflik Indonesia-Malaysia tidak terjadi
berlarut-larut. Perang yang diwacanakan sejumlah orang menurut Cathy juga tidak
akan menyelesaikan masalah. Dalam pandangannya, perang malah akan semakin
memperumit masalah.
Momentum Ramadhan
seyogyanya bisa dijadikan sebagai waktu yang tepat untuk membangun hubungan, seperti
halnya hubungan Indonesia - Malaysia harus bisa diakhiri.
Semua pihak berharap
penyelesaian konflik yang kembali terjadi antara Indonesia dan Malaysia
sebaiknya tidak direspons secara emosional oleh kedua belah pihak.